HAL – HAL TERKAIT DENGAN EKSEKUSI (P E R D A T A)

A. Apa yang dimaksud dengan Eksekusi ?

Eksekusi adalah melaksanakan secara paksa (upaya hukum paksa) putusan Pengadilan dengan bantuan kekuatan umum.

B. AZAS-AZAS EKSEKUSI

1. Menjalankan putusan yang berkekuatan hukum tetap.
Pengecualian terhadap azas ini, diantaranya adalah :

a. Pelaksanaan putusan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad, Pasal 180 ayat (1) HIR).
b. Pelaksanaan putusan provisi (Pasal 180 ayat (1) HIR).
c. Akta Perdamaian Merujuk pada Berdasarkan Akta Perdamaian, Undang-Undang menempatkan Akta perdamaian yang dibuat dipersidangan tak ubahnya seperti putusan yang b.h.t. (Pasal 130 HIR).
d. Eksekusi terhadap Grosse Akta (Pasal 224 HIR).

2. Putusan tidak dijalankan secara suka rela.

adalah Putusan tidak dijalankan atau dipatuhi oleh pihak yang kalah baik sebagian ataupun seluruhnya.

3. Putusan mengandung amar comdemnatoir.

Ciri indikator yang menentukan suatu putusan bersifat comdemnatoir, yaitu dalam amar atau diktum putusan terdapat perintah yang menghukum pihak yang kalah, yang dirumuskan dalam kalimat :
·         Menghukum atau memerintahkan “menyerahkan” suatu barang
·         Menghukum atau memerintahkan “pengosongan” sebidang tanah atau rumah.
·         Menghukum atau memerintahkan “melakukan” suatu perbuatan tertentu.
·         Menghukum atau memerintahkan “penghentian” suatu perbuatan atau keadaan.
·         Menghukum atau memerintahkan “pembayaran” sejumlah uang.

4. Eksekusi atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan (Pasal 195 ayat (1) HIR).
·         Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan dan memimpin jalannya eksekusi.
·         Kewenangan memerintahkan dan memimpin eksekusi yang ada pada Ketua Pengadilan Negeri adalah secara ex officio.
·         Perintah eksekusi dikeluarkan Ketua Pengadilan Negeri berbentuk Surat Penetapan (beschikking)
·         Yang diperintahkan menjalankan eksekusi ialah panitera atau juru sita Pengadilan Negeri.


C. MACAM EKSEKUSI MENURUT SIFATNYA :

1. Eksekusi Riil
a. Penyerahan barang
b. Pengosongan
c. Pembongkaran
d. Melakukan suatu perbuatan.
2. Pembayaran sejumlah uang.

Perbedaan eksekusi riil dengan eksekusi pembayaran sejumlah uang  adalah :

A. Eksekusi Riil
·         Sumber hukum yang dipersengketakan lebih kompleks
·         Eksekusi riil hanya mungkin terjadi berdasar putusan pengadilan :
·         Yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap atau
·         Yang bersifat dijalankan lebih dulu (uitvoerbaar bij voorraad) atau
yang berbentuk provisi atau yang berbentuk akta perdamaian disidang pengadilan.

B. Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang
·         Sumber hukum yang dipersengketakan terbatas
·         Eksekusi pembayaran sejumlah uang tidak hanya didasar atas putusan pengadilan, tetapi dapat juga didasarkan atas bentuk akta tertentu yang oleh undang-undang disamakan nilainya dengan putusan yang memperoleh kekuatan hukum yang tetap :
·         grosse akta pengakuan hutang;
·         Sertifikat Hak Tanggungan dan
·         Jaminan fidusia.


D.TATA CARA PELAKSANAAN EKSEKUSI.

D.1. EKSEKUSI RIIL TERHADAP PUTUSAN YANG TELAH BHT, PUTUSAN PROVISI, AKTA PERDAMAIAN PENGADILAN.

1. Adanya permohonan dari Pemohon (Pihak yang menang) dalam hal putusan telah berkekuatan hukum tetap baik putusan tingkat Pengadilan Negeri yang diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi dan putusan Mahkamah Agung dalam hal Kasasi

2. Selanjutnya Ketua Pengadilan negeri mengeluarkan Penetapan aanmaning/teguran terhadap pihak yang kalah untuk melaksanakan isi putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah pihak yang kalah dipanggil untuk ditegur(8 hari adalah batas maksimum (Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBG)).dan dibuat berita acara aanmaning.

3. Apabila pihak yang kalah setelah ditegur tidak mau menjalankan putusan, Ketua pengadilan Negeri mengeluarkan penetapan perintah eksekusi sesuai amar dalam putusan, dimana perintah menjalanan eksekusi ditujukan kepada Panitera atau Jurusita dan dalam pelaksanaannya apabila diperlukan dapat meminta bantuan kekuatan umum.

Dibuat berita acara pelaksanaan isi putusan.

D.2. EKSEKUSI RIIL TERHADAP PUTUSAN SERTA MERTA (UITVOERBAAR BIJ VOORRAAD)

1. Adanya permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri dari pihak yang menang dalam hal salah satu amar putusan dinyatakan serta merta (uitvoerbaar bij voorraad), dimana putusan/perkara tersebut belum berkekuatan hukum tetap.

2. Selanjutnya apabila putusan/perkara masih dalam upaya hukum banding, maka sebelum putusan tersebut dijalankan, dimohonkan terlebih dahulu izin kepada Ketua Pengadilan Tinggi, apabila putusan/perkara masih dalam upaya hukum Kasasi, maka izin untuk pelaksanaan putusannya dimohonkan terlebih dahulu kepada Ketua Mahkamah Agung.

3. Setelah izin keluar, maka proses eksekusi mengikuti proses seperti yang telah dibahas diatas.

4. Dalam pelaksanaan eksekusi putusan serta merta ada syarat yang harus dipenuhi yaitu adanya pemberian jaminan yang nilainya sama dengan nilai barang/obyek eksekusi sehingga tidakmenimbulkan kerugian pada pihak lain apabila ternyata dikemudian hari dijatuhkan putusan yang membatalkan putusan pengadilan sebelumnya (SEMA NO. 3 Tahun 2000 Jo. SEMA No. 4 Tahun 2001)

D.3. EKSEKUSI PEMBAYARAN SEJUMLAH UANG TERHADAP PUTUSAN YANG TELAH BHT, PUTUSAN PROVISI, AKTA PERDAMAIAN PENGADILAN.

1. Adanya permohonan dari Pemohon (Pihak yang menang) dalam hal putusan telah berkekuatan hukum tetap baik putusan tingkat Pengadilan Negeri yang diterima oleh kedua belah pihak yang berperkara, putusan perdamaian, putusan verstek yang terhadapnya tidak diajukan verzet atau banding, putusan Pengadilan Tinggi yang diterima oleh kedua belah pihak dan tidak dimohonkan kasasi dan putusan Mahkamah Agung dalam hal Kasasi

2. Selanjutnya Ketua Pengadilan negeri mengeluarkan Penetapan aanmaning/teguran terhadap pihak yang kalah untuk melaksanakan isi putusan yang berkekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah pihak yang kalah dipanggil untuk ditegur(8 hari adalah batas maksimum (Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBG)).dan dibuat berita acara aanmaning.

3. Selanjutnya setelah pihak yang kalah diaanmaning dan tidak juga melaksanakan isi putusan, maka Ketua Pengadilan mengeluarkan penetapan perintah untuk lelang eksekusi, dimana perintah ditujukan kepada Panitera atau Jurusita dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).

4. Sebelum mengeluarkan penetapan Perintah Lelang eksekusi, Ketua Pengadilan Negeri berdasarkan permohopnan Pemohon terlebih dahulu menyita eksekusi obyek yang akan dilelang (Pasal 197 ayat (1) HIR), apabila dalam putusan telah ada sita atau CB, maka CB secara otomatis menjadi Sita eksekusi.

5. selanjutnya dalam proses dan tata cara lelang mengikuti aturan yang diatur oleh Peraturan menteri Keuangan (Permenkeu) N0.93/PMK.06/2010.

D.4. EKSEKUSI TERHADAP GROSSE AKTAPENGAKUAN HUTANG

1. Kreditur pemegang grosse atas pengakuan hutang yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” dapat langsung memohon eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan dalah hal debitur ingkar janji.

2. Berdasarkan permohonan dari kreditur dalam hal debitur ingkar janji Ketua Pengadilan Negeri Bandung mengeluarkan Penetapan aanmaning/teguran agar dalam jangka waktu 8 (delapan) hari setelah ditegur debitur/Termohon Eksekusi memenuhi kewajibannya kepada kreditur/Pemohon Eksekusi (8 hari adalah batas maksimum (Pasal 196 HIR atau Pasal 207 RBG). dibuat berita acara aanmaning.

3. Eksekusi berdasarkan grosse akta pengakuan hutang hanya dapat dilaksanakan, apabila debitur sewaktu ditegur membenarkan jumlah hutangnya.

4. Apabila debitur membantahjumlah hutang tersebut dan besarnya hutang menjadi tidak fixed, maka eksekusi tidak bisa dilanjutkan. Kreditur, yaitu bank untuk dapat mengajukan tagihannya harus melalui suatu gugatan.

D.5. EKSEKUSI TERHADAP HAK TANGGUNGAN

1. Eksekusi Hak Tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi pembayaran sejumlah uang terhadap putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum yang tetap.

2. Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan yang dibebani Hak Tanggungan.

3. Setelah dilakukan pelelangan terhadap objek yang dibebani Hak Tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka Hak Tanggungan yang membebani obyek tersebut akan diroya dan diserahkan kepada pembeli lelang secara bersih dan bebas dari semua beban.

4. Apabila Debitur/Terlelang tidak mau menyerahkan obyek yang telah dilelang, maka berlaku ketantuan yang terdapat dalam Pasal 200 ayat (1) HIR.

5. Selanjutnya berdasarkan Pasal 200 ayat (1) HIR, pembeli lelang dapat memohon kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk melaksanakan eksekusi pengosongan terhadap obyek lelang yang telah dibelinya dari penghunian debitur/Termohon Eksekusi atau siapapun yang mendapat hak dari padanya serta barang-barang yang ada didalamnya.

6. sebagai tindak lanjut dari permohonan tersebut, selanjutnya diproses eksekusi sebagaimana eksekusi riil terhadap Putusan BHT.

D.6. EKSEKUSI TERHADAP JAMINAN FIDUSIA

1. Mengenai Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 tahun 1999.

2. Prosedur dan tata cara eksekusi dilakukan seperti dalam eksekusi Hak Tanggungan.

Bahwa, selain eksekusi terhadap Putusan Pengadilan ada juga eksekusi terhadap putusan diluar pengadilan misalnya yaitu Putusan P4D, P4P serta putusan Arbitrase.

·         Putusan P4D dan P4P diatur dan dilaksanakan oleh Peradilan Hubungan Industrial.
·         Putusan Arbitrase nasional baik yang adhoc maupun yang institusional yang tidak dilaksanakan secara sukarela oleh Termohon, dapat diajukan pelaksanaan putusannya ke Pengadilan Negeri dimana Termohon berdomisili.
·         Putusan Abitrase Internasional dapat dilaksanakan di Indonesia setelah memperoleh eksekuatur dari Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. 


DAFTAR PUSTAKA

M. Yahya Harahap, SH., Ruang Lingkup Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, PT. Gramedia, Jakarta, 1989.

Mahkamah Agung, R.I. Praktek Kejurusitaan Pengadilan, 2002.

Mahkamah Agung R.I., Pedoman Pelaksanaan Tugas Adimistrasi Pengadilan Dalam Empat Lingkungan Peradilan, Buku II Edisi 2007, 2009.

Prof. Dr. Mariam Darus Badrulzaman, SH., Serial Hukum Perdata Buku II Kompilasi Hukum Jaminan, Sekolah Tinggi Graha Ilmu Hukum Graha Kirana Medan Bekerjasama Dengan CV. Mandar Maju, 2004.

Peraturan menteri Keuangan (Permenkeu) N0.93/PMK.06/2010.

Undang-undang No. 42 tahun 1999, Tentang Jaminan Fiducia.

SEMA NO. 3 Tahun 2000

SEMA No. 4 Tahun 2001

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama