Oleh : tulisan saya, SH.,MH

Banyak sekali Kejadian di sekitar kita masalah utang piutang kepada perorangan bukan lembaga Perbankan atau Lembaga Non Bank, yang berakhir dengan diambilnya Jaminan utang tersebut meskipun adakalanya dilakukan secara melawan hukum.

Saya tidak akan membahas apa yang dimaksud dengan rentenir tersebut, cukup hanya dengan pengetahuan secara umum bahwa rentenir adalah seseorang yang tidak memiliki kewenangan secara hukum untuk menyalurkan kredit atau utang kepada orang lain dengan mengambil keuntungan bunga yang tinggi.

Pada umumnya orang-orang yang terjerat hubungan dengan rentenir adalah orang-orang yang membutuhkan uang/ dana cash yang tidak bisa memenuhi persyaratan sebagai debitur pada Lembaga Perbankan. atau bisa juga orang-orang yang gak mau direpotkan dengan syarat-syarat yang dikehendaki dan diharuskan oleh lembaga perbankan untuk dipenuhi. Sehingga orang tersebut mencari jalan untuk meminjam uang kepada seorang meskipun dengan bunga yang tinggi akan tetapi prosesnya cepat cair dan tidak direpotkan dengan berbagai macam syarat.

Biasanya pihak yang memberikan utang ( Berpiutang) meminta jaminan baik itu benda tetap ataupun benda bergerak. hanya saja untuk jumlah utang tertentu pihak berpiutang meminta jaminan benda tetap kepada pihak berutang. untuk dapat mengikatkan Jaminan benda tetap sebagai pelunasan utangnya, Pihak Berpiutang biasanya menggunakan sistem seolah-olah terjadi Transaksi jual beli ( Jual Beli Fiktif) tanah/ rumah jaminan antara pihak berhutang dengan pihak berpiutang. Transaksi jual beli fiktif tersebut dituangkan ke dalam suatu Akta Jual Beli (AJB) antara si Berhutang sebagai Penjual dengan si Berpiutang sebagai Pembeli.  Atau bisa dengan pembuatan Surat Kuasa menjual , yang isinya dalam keadaan dan jangka waktu tertentu tanah yang digunakan sebagai jaminan dapat dijual sewaktu-waktu tanpa harus meminta persetujuan pemilik tanah jaminan lagi.

Bahwa yang perlu diketahui adalah, apabila pihak yang Berutang telah menyepakati dan menanda tangani Akta Jual beli Tersebut, maka secara formil Sertifikat Kepemilikan Tanah jaminan atas nama Pihak Berhutang/ Penjamin akan berganti nama menjadi atas nama Pihak Berpiutang secara Formil sah menurut Hukum.

 Mengapa dikatakan secara Formil sah menurut hukum ? Karena proses peralihan kepemilikan tanah jaminan tersebut dilakukan secara Prosedural oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah yang tidak mengetahui bahwa telah ada peristiwa hukum utang piutang antara penjual dan pembeli Tanah (Fiktif) dengan Jaminan Tanah tersebut. Sehingga Pejabat Pembuata Akta Tanah yang bersangkutan akan memproses peralihan kepemilikan tanah tersebut (Balik Nama) dengan sebagaimana mestinya dan dilakukan secara prosedural menurut hukum yang berlaku. 

Apa Konsekuensi hukumnya jika Jaminan tersebut sudah beralih kepemilikannya ? Pihak berpiutang atas dasar AJB dan pemilik baru dari tanah jaminan tersebut dapat melakukan perbuatan hukum secara luas termasuk menjaminkan kembali kepada lembaga perbankan dengan nilai yang jauh lebih tinggi daripada piutang yang diberikan kepada pihak si berhutang. selain itu pihak berhutang secara keadaan berada pada posisi dibawah pihak berpiutang.  Jika si Berhutang tidak ingin kehilangan tanah jaminannya tersebut harus mengikuti persyaratan dan aturan si berpiutang. Apalagi sudah menjadi kebiasaan bahwa utang piutang tersebut dilakukan secara lisan tidak tertulis, dan segala macam beban bunga dan denda tidak disebutkan secara jelas dan rinci. Hal ini yang dapat menyebabkan pihak Berpiutang meminta bunga yang berubah dari kesepakatan sebelumnya atau hal-hal yang memberatkan pihak berhutang untuk dapat memenuhinya sehingga pada akhirnya harus kehilangan Tanah/ Rumah yang menjadi jaminan atas hutangnya.

Untuk mengantisipasi hal-hal tersebut diatas, sebaiknya seorang yang membutuhkan dana, mengajukan pinjaman utang/ Kredit kepada lembaga Perbankan yang jelas kedudukan dan kewenangannya diatur oleh Undang-undang, sehingga lebih terjamin keamanan atas jaminannya tersebut.

Atau jika harus mengajukan utang kepada perorangan, mintalah surat perjanjian utang piutang secara tertulis secara lengkap dan rinci yang kemudian jaminan tersebut ( untuk benda tetap)  diikat dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan  ("APHT") sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No.4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Ajaklah dua atau tiga orang rekan atau tetangga anda sebagai saksi yang menyaksikan peristiwa tersebut terjadi, jika perlu ambil gambarnya ( Foto) dengan ijin kedua belah pihak kejadian peristiwa tersebut demi kepentingan pembuktian di kemudian hari.

Jangan sampai Permasalahan tersebut diatas muncul pasca sudah terlanjur ditanda tanganinya Surat Kuasa Jual atau Akta Jual Beli ( dengan Jual beli Tanah Fiktif).

Demikian Semoga bermanfaat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama