Oleh : tulisan saya, SH

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

              Saat ini sering sekali keabsahan surat kuasa menjadi perdebatan antara beberapa kalangan. Bahkan tidak jarang di Pengadilan mewajibkan adanya tanda tangan baik dari pemberi maupun penerima kuasa. Sehingga Sebagian kalangan menyatakan bahwa surat kuasa harus memuat tanda tangan antara pemberi kuasa maupun yang menerima kuasa, dan sebagian lagi menyatakan cukup hanya memuat tanda tangan si pemberi kuasa saja tanpa si penerima kuasa membubuhkan tanda tangannya.
Pada dasarnya Definisi surat kuasa itu sendiri secara rinci tidak ada didalam KUHPerdata dari Pasal 1792 s/d 1819, yang tercantum didalam KUHPerdata hanyalah definisi Pemberian Kuasa. 

Didalam Pasal 1792 KUHPerdata berbunyi “Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian dengan nama seseorang memberikan kekuasaan kepada seorang lain, yang menerimanya, untuk atas namanya menyelenggarakan suatu urusan.”

Pasal 1793 ayat (1) KUHPerdata yang menyatakan bahwa” kuasa dapat diberikan dan diterima dalam suatu akta umum, dalam suatu tulisan di bawah tangan, bahkan dalam sepucuk surat atau pun dengan lisan.” Ayat (2) “Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh si kuasa.”

Berdasarkan pasal 1814 KUHPerdata menyatakan “si pemberi kuasa dapat menarik kembali kuasanya manakala itu dikehendakinya, dan jika ada alasan untuk itu, memaksa sikuasa untuk mengembalikan kuasa yang dipegangnya.” Makna yang terkandung didalam definisi pasal tersebut dapat diartikan bahwa  pemberian kuasa merupakan perjanjian hukum sepihak, karena pemberi kuasa sewaktu-waktu dapat mencabut kembali tanpa perlu meminta persetujuan si penerima kuasa

Secara Umum, kuasa adalah diberikan secara sepihak yang hanya menimbulkan wewenang bagi penerima kuasa (substitutor), tapi tidak menimbulkan kewajiban bagi penerima kuasa untuk melaksanakan kuasa itu. Kuasa tidak memerlukan tindakan penerimaan dari penerima kuasa. Sehingga dalam hal ini kuasa bukanlah merupakan Perjanjian kedua belah pihak antara Pemberi dan Penerima kuasa sehingga menimbulkan hak dan kewajiban yang mutlak harus di taati dan dilaksanakan oleh kedua belah pihak. jika kuasa merupakan perjanjian maka si pemberi kuasa tidak dapat mencabutnya sewaktu-waktu dan dalam pencabutan kuasa tersebut harus dengan persetujuan pihak penerima kuasa.
  
Jadi, berdasarkan hal-hal di atas maka surat kuasa tetap sah jika tidak ditandatangani oleh penerima kuasa karena tidak ada ketentuan hukum yang mewajibkan hal tersebut.

Akan tetapi dalam praktiknya di lingkungan pengadilan, sebagian kalangan hakim berpendapat bahwa selain ditandatangani pemberi kuasa, surat kuasa harus ditandatangani pula oleh penerima kuasa. Pendapat ini menyatakan, bahwa surat kuasa sebagai suatu perjanjian maka kedua belah pihak (pemberi dan penerima kuasa) harus menandatangani surat kuasa.
Demikian tulisan ini kami buat untuk menambah pengetahuan dengan tujuan Pendidikan.  Semoga bermanfaat bagi rekan-rekan semuanya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama